Selasa, 27 April 2021

Konferensi "Pemikiran Ki Hajar Dewantara" oleh Perguruan Taman Siswa

 

Sumber gmb: Potongan pdf Ki Priyo Dwiarso_Filsafat Hidup KHD


Pada modul 1.1 kegiatan calon guru penggerak terdapat kegiatan Elaborasi Pemahaman - Konferensi 'Pemikiran Ki Hajar Dewantara' oleh Perguruan Taman siswa dan sekolah lainnya. Pada Tanggal 27 April 2021. Pukul 13.00 s.d 15.00 WIB.


CV narasumber dari Perguruan Taman Siswa adalah :
Ki Priyo Dwiarso dibesarkan di lingkungan pendopo Taman  Siswa.
Thn 1971-1978 pengasuh Kuncup Mekar TVRI Yogya, Tahun 1977 sbg Art Director misi kesenian muhibah ke Malaysia. Tahun 1976-2000 pegawai Bank Indonesia, Tahun 2001-2007 kepala SPI BPR Mataram, Tahun 2006-2011 sekjen Majelis Luhur Taman Siswa, Th 2011-2020 anggota Majelis Luhur Taman Siswa.

Banyak hal yang disampaikan Ki Priyo dalam Konferensi tersebut yang dapat kami ambil sebagai pelajaran. Ada satu kisah yang membuat saya menitikan air mata, teringat si kecil. Saat Host bertanya "Ki bagaimana kisahnya tentang frase berhamba pada anak?", Ki Priyo mengisahkan: Frase berhamba pada anak terinspirasi dari perlakuan Ki Hajar Dewantara terhadap putri pertamanya, Nyi Asti Wandansari. Saat beliau diasingkan ke Belanda beliau menambah penghasilan sebagai seorang jurnalis pada saat itu banyak sekali tulisan yang harus beliau selesaikan sedang istrinya Nyi Hajar sedang mengajar disekolah. Putrinya menangis tiada henti dan sulit di tenangkan, akhirnya karena terdesak harus menyelesaikan pekerjaan dan tangis si kecil membuat beliau tidak fokus maka Nyi Asti kecil digendongnya keluar dan disimpan diteras dengan pintu ditutup. Nyi Asti kecil masih tetap dengan tangisannya untuk beberapa saat. Setelah Ki Hajar menyelesaikan pekerjaannya beliau melihat tetesan salju dibalik jendela, tersadar bahwa suara tangis Nyi Asti tak lagi terdengar, dengan serta merta beliau keluar membuka pintu dan mendapatkan Nyi Asti sudah kedinginan dengan tubuh membiru, beliau memeluknya erat dengan berucap "akan ku muliakan engkau sepanjang hidupmu". Begitulah kasih sayang orang tua yang tak terhingga untuk anak. Nyi Asti wafat pada usia 99 tahun setelah kedua orang tuanya dan adik-adiknya. 

Dari kisah tersebut semakin meyakinkan saya bahwa untuk mendidik anak dikelas pun harus berdasarkan asas  kekeluargaan, kesalahan anak bukan dosa, anak bukan musuh, anak membutuhkan tuntunan bukan paksaan dan sebagai pendidik kita memiliki peran sebagai seorang petani menurut perumpamaan Ki Hajar Dewantara. Sebagaimana penjelasan dibawah ini: kutipan dari LMS materi 1.1.a.4 Eksplorasi Konsep Hal 5 Dasar-Dasar Pendidikan:

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.

Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.


#Salam Guru Penggerak
#Guru bergerak, Indonesia Maju








Tidak ada komentar:

Posting Komentar